adalah sebutan bagi orang orang yang tinggal di sebuah lingkungan perkampungan kecil yang bertempat di Jl.Pekalongan Dalam RT.04 RW.02, diwilayah Kelurahan Penanggungan, Kecamatan Klojen, Kota Malang,
Kenapa "arek" ? Kita sering mendengar kata “Arek”. Kata ini disematkan pada orang-orang yang berasal dari Surabaya, Sidoarjo, Bangil, Pasuruan, Malang, Jombang, Gresik, Tuban hingga Lamongan. Entah mengapa setelah Jombang lalu menyeberang sungai Brantas di wilayah Nganjuk tidak ada sebutan “Arek”. Misal Arek Nganjuk. Yang ada adalah Cah Nganjuk. Kata “Cah” memang merupakan kependekan dari “Bocah”. Semakin ke barat Provinsi Jawa Timur, sapaannya memakai kata sandang “Cah”. Misalnya Cah Kediri, Cah Blitar, Cah Madiun, Cah Pacitan, Cah Tulungagung, Cah Nggalek, dan Cah Pacitan. Secara umum “Arek” memang berbeda dengan “Cah”. Arek memiliki sifat yang lebih egaliter, ceplas ceplos, terus terang, blater, level rasa persahabatan tinggi, dan suka menolong.
“Arek” memiliki tiga dimensi, yakni sebagai nilai, praktik, dan sosok. Arek sebagai nilai berarti terkait sifat egaliter, solider, pemberani, dan lugas. Sebagai praktik, misalnya, membantu sesama, mempertahankan prinsip seperti yang tampak dalam rentetan peristiwa sejarah sejak mulai era Majapahit hingga 10 November 1945. Dan yang ketiga sebagai sosok yang menunjukkan berasal dan lahir di wilayah Surabaya dan sekitarnya.
Adapun "pedal" sendiri adalah akronim dari Pekalongan Dalam, yang dipopulerkan oleh para generasi kedua pendiri kampung pada sekitar tahun 1980-an, dimana pada masa itu Kota Malang masih kental dengan gank atau kelompok pemuda kampung/wilayah. Pada era tersebut, geng diisi pemuda yang berafiliasi kawasan.